Keputusan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk melarang kegiatan studi tour di wilayahnya telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, khususnya di sektor pendidikan dan industri pariwisata. Alasan utama yang melatarbelakangi pelarangan ini adalah tingginya biaya studi tour yang tidak sebanding dengan manfaat edukatif yang diperoleh siswa, serta meningkatnya jumlah kecelakaan yang terjadi dalam kegiatan tersebut. Namun, apakah studi tour memang seburuk itu? Ataukah permasalahan sebenarnya terletak pada sistem dan budaya yang berkembang dalam penyelenggaraannya?
![]() |
| ilustrasi study tour |
Esensi Studi Tour: Pendidikan yang Dikomersialisasi?
Studi tour pada dasarnya merupakan kegiatan yang sangat positif dan memiliki nilai edukasi tinggi. Konsepnya adalah mengajak siswa belajar langsung di luar kelas, mengenal sejarah, budaya, sains, atau bahkan industri kreatif di berbagai daerah. Studi menunjukkan bahwa metode experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman lebih efektif dibandingkan pembelajaran berbasis teori semata.
Namun, dalam praktiknya di Indonesia, studi tour sering kali mengalami penyimpangan dari tujuan awalnya. Sejumlah pihak, baik itu sekolah, komunitas guru, maupun penyelenggara tur, melihat kegiatan ini sebagai peluang bisnis yang menguntungkan. Tidak jarang, studi tour dijadikan ajang penggalangan dana terselubung dengan markup harga yang tidak transparan, sehingga membebani orang tua murid dengan biaya yang tinggi. Bahkan, ada kasus di mana sekolah menjalin kerja sama dengan pihak ketiga yang tidak memiliki izin resmi atau kredibilitas dalam industri pariwisata, sehingga berpotensi membahayakan keselamatan peserta.
Biaya Tinggi, Kualitas Rendah
Salah satu keluhan utama orang tua terkait studi tour adalah biaya yang sangat mahal. Paket perjalanan yang seharusnya bisa ditekan sering kali membengkak karena adanya berbagai potongan atau fee yang tidak jelas. Misalnya, sekolah bekerja sama dengan Event Organizer (EO) yang menetapkan harga lebih tinggi agar dapat memberikan komisi kepada pihak tertentu. Bahkan, beberapa sekolah mewajibkan setiap siswa untuk mengikuti studi tour tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi orang tua.
Selain biaya yang mahal, kualitas perjalanan pun sering kali diabaikan. Pemilihan operator tur yang asal-asalan, bus pariwisata yang tidak layak jalan, serta kurangnya fasilitas keamanan menjadi faktor utama meningkatnya kecelakaan dalam kegiatan studi tour. Beberapa kasus kecelakaan yang terjadi di masa lalu menunjukkan bahwa banyak penyelenggara studi tour yang tidak memiliki standar operasional yang ketat dan hanya fokus pada keuntungan semata.
![]() |
| ilustrasi studi tour |
Dampak Larangan Studi Tour bagi Industri Pariwisata
Keputusan Gubernur Jawa Barat untuk melarang studi tour memang dilandasi oleh niat baik untuk melindungi siswa dan mengurangi beban ekonomi orang tua. Namun, larangan ini juga berpotensi menimbulkan efek domino terhadap industri pariwisata, khususnya bagi pelaku usaha yang selama ini mengandalkan sektor pendidikan sebagai salah satu sumber pendapatan utama.
Banyak destinasi wisata edukatif di Jawa Barat, seperti museum, taman rekreasi edukatif, dan pusat pelatihan, yang bergantung pada kunjungan dari rombongan sekolah. Jika larangan ini terus diberlakukan, maka jumlah pengunjung ke tempat-tempat tersebut akan menurun drastis, menyebabkan pendapatan mereka anjlok. Belum lagi sektor transportasi dan perhotelan yang juga merasakan dampaknya.
Pihak yang paling dirugikan adalah pebisnis pariwisata yang telah berkomitmen terhadap pelayanan berkualitas dan keselamatan. Tidak semua EO atau operator tur bersikap asal-asalan dalam menyelenggarakan studi tour. Ada banyak penyelenggara yang telah memiliki standar ketat dalam memilih transportasi, mengatur rencana perjalanan, dan memastikan keselamatan peserta. Dengan adanya larangan ini, mereka pun ikut terdampak, dan dalam skala yang lebih besar, dapat menyebabkan banyak bisnis pariwisata tutup akibat menurunnya permintaan.
Solusi: Reformasi, Bukan Pelarangan Total
Daripada melarang studi tour secara keseluruhan, solusi yang lebih tepat adalah melakukan reformasi terhadap sistem dan mekanisme pelaksanaannya. Beberapa langkah yang bisa diterapkan antara lain:
Regulasi dan Standarisasi Biaya
Pemerintah daerah dapat membuat regulasi yang mengatur transparansi biaya studi tour agar tidak ada markup berlebihan. Setiap sekolah wajib memberikan rincian biaya secara terbuka kepada orang tua dan memastikan tidak ada komisi tersembunyi.Seleksi Ketat terhadap Mitra Penyedia Jasa
Sekolah harus bekerja sama dengan penyedia jasa perjalanan yang memiliki izin resmi dan rekam jejak yang baik. Pemilihan transportasi, penginapan, dan destinasi wisata harus memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan.Asuransi dan Keselamatan sebagai Prioritas
Setiap perjalanan harus diwajibkan memiliki asuransi perjalanan bagi seluruh peserta. Selain itu, pengecekan kendaraan, kesehatan pengemudi, serta kesiapan tim pendamping harus menjadi bagian dari prosedur wajib.Pendidikan bagi Guru dan Orang Tua
Guru dan orang tua harus diberikan edukasi mengenai esensi studi tour, sehingga mereka tidak hanya memandangnya sebagai kegiatan rekreasi semata, tetapi benar-benar sebagai sarana pembelajaran. Dengan pemahaman yang lebih baik, mereka bisa lebih selektif dalam menentukan kebijakan terkait studi tour.Penguatan Peran Pemerintah dalam Pengawasan
Dinas pendidikan dan dinas pariwisata dapat berkolaborasi untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan studi tour. Audit berkala terhadap EO dan operator tur bisa menjadi salah satu mekanisme untuk memastikan hanya penyelenggara berkualitas yang diizinkan beroperasi.
Kesimpulan
Studi tour bukanlah kegiatan yang buruk, tetapi cara pelaksanaannya selama ini yang telah menyimpang dari esensi awalnya. Pelarangan total bukanlah solusi yang bijak, karena selain merugikan sektor pendidikan, juga berdampak negatif bagi industri pariwisata yang telah berkomitmen terhadap pelayanan berkualitas. Sebaliknya, reformasi dalam sistem studi tour menjadi langkah yang lebih tepat agar kegiatan ini dapat tetap berjalan dengan manfaat maksimal dan risiko minimal.
Jika sistem ini dapat diperbaiki, maka studi tour bisa menjadi bagian dari pengalaman belajar yang efektif, menarik, dan aman bagi siswa. Dengan pendekatan yang lebih transparan dan profesional, baik dunia pendidikan maupun industri pariwisata bisa tumbuh bersama secara sehat dan berkelanjutan.


0 Komentar