"Tantangan dan Strategi Bisnis Pariwisata Indonesia di Tengah Efisiensi Anggaran 2025: Mencegah PHK Massal dan Meningkatkan Ketahanan Industri"

 

ilustrasi ruangan meeting di hotel

Di awal tahun 2025, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun. Kebijakan ini bertujuan untuk mengalokasikan dana ke program prioritas, seperti program makan gratis bagi anak sekolah dan ibu hamil yang memerlukan anggaran Rp28 triliun per tahun. Namun, pemangkasan anggaran ini membawa tantangan signifikan bagi sektor pariwisata, khususnya industri perhotelan dan restoran, yang khawatir akan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Dampak Efisiensi Anggaran terhadap Sektor Pariwisata

ilustrasi wisata di pulau bali


Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 mengharuskan pengurangan belanja operasional, termasuk perjalanan dinas, seminar, dan kegiatan seremonial lainnya. Kebijakan ini berdampak langsung pada industri perhotelan dan restoran yang selama ini mengandalkan pendapatan dari kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, mengungkapkan bahwa pangsa pasar pemerintah mencapai 40 persen dari total okupansi hotel. Dengan pemangkasan anggaran ini, industri perhotelan berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp24,807 triliun, terdiri dari Rp16,538 triliun dari akomodasi kamar dan Rp8,269 triliun dari kegiatan MICE. Penurunan pendapatan ini dapat memicu penurunan okupansi hotel secara nasional dan berpotensi menyebabkan PHK karyawan. citeturn0search1

Selain itu, dampak negatif juga dirasakan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memasok kebutuhan hotel dan restoran. Penurunan aktivitas di sektor perhotelan dan restoran akan mengurangi permintaan terhadap produk UMKM, sehingga mengancam keberlangsungan usaha mereka. Dwi Cahyono, Ketua PHRI Jawa Timur, menyatakan bahwa penurunan okupansi hotel hingga 30 persen dapat berdampak pada pengurangan karyawan dan menurunnya permintaan produk dari UMKM. citeturn0search20

Strategi Menghadapi Tantangan

ilustrasi kegiatan seminar


Untuk mengatasi tantangan akibat efisiensi anggaran, berbagai strategi perlu diterapkan oleh pelaku industri pariwisata dan pemerintah:

  1. Diversifikasi Pasar: Mengurangi ketergantungan pada kegiatan MICE pemerintah dengan menyasar segmen pasar lain, seperti wisatawan domestik dan mancanegara. Promosi destinasi wisata melalui platform digital dan kerja sama dengan agen perjalanan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan.

  2. Penguatan Kolaborasi: Kementerian Pariwisata (Kemenpar) berkomitmen memperkuat kerja sama dengan kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah, BUMN, dan sektor swasta untuk mengoptimalkan program pariwisata. Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenpar, Hariyanto, menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk industri dan NGO, untuk menjaga keberlanjutan sektor pariwisata di tengah efisiensi anggaran. citeturn0search10

  3. Optimalisasi Anggaran: Meskipun mengalami pemangkasan anggaran sebesar Rp603,8 miliar, Kemenpar tetap fokus pada program prioritas seperti Gerakan Wisata Bersih, digitalisasi pariwisata melalui Tourism 5.0, program Pariwisata Naik Kelas, penyelenggaraan event dengan menggaet intellectual property (IP) Indonesia, dan pengembangan Desa Wisata. Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, menegaskan bahwa target sektor pariwisata tahun 2025 tetap akan dicapai meskipun dengan anggaran yang lebih efisien. citeturn0search8

  4. Inovasi Layanan: Pelaku industri perhotelan dan restoran didorong untuk berinovasi dalam layanan, seperti menawarkan paket staycation, promosi kuliner lokal, dan pengalaman wisata unik yang dapat menarik minat wisatawan. Selain itu, penerapan protokol kesehatan yang ketat dapat meningkatkan kepercayaan wisatawan untuk berkunjung.

  5. Pemanfaatan Teknologi: Digitalisasi dalam pemasaran dan operasional menjadi kunci untuk menjangkau pasar yang lebih luas dengan biaya yang lebih efisien. Penggunaan media sosial, platform pemesanan online, dan virtual tour dapat menjadi alat efektif dalam mempromosikan destinasi dan layanan pariwisata.

  6. Pelatihan dan Pengembangan SDM: Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor pariwisata melalui pelatihan dan sertifikasi, sehingga mampu memberikan layanan berkualitas tinggi dan berdaya saing global. Kemenpar dapat bekerja sama dengan institusi pendidikan dan pelatihan untuk menyelenggarakan program pengembangan kapasitas bagi pelaku industri pariwisata.

  7. Insentif dan Dukungan Pemerintah: Pemerintah daerah dapat memberikan insentif berupa pengurangan pajak atau bantuan finansial bagi pelaku usaha pariwisata yang terdampak, guna menjaga keberlangsungan operasional dan mencegah PHK massal. Selain itu, fasilitasi akses permodalan dan pembiayaan bagi UMKM di sektor pariwisata dapat membantu mereka bertahan di tengah penurunan permintaan.

Kesimpulan

Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pada tahun 2025 membawa tantangan besar bagi sektor pariwisata Indonesia, terutama industri perhotelan dan restoran yang berpotensi mengalami penurunan pendapatan dan ancaman PHK massal. Namun, dengan strategi diversifikasi pasar, penguatan kolaborasi, optimalisasi anggaran, inovasi layanan, pemanfaatan teknologi, pengembangan SDM, serta dukungan dan insentif dari pemerintah, sektor pariwisata diharapkan mampu beradaptasi dan tetap berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Kol


Posting Komentar

0 Komentar